Kamis, 24 Maret 2016

Note02 SeniBerceloteh

Malam ini pukul 02.45, em bukan maksudku pagi ini pukul 02.45 seniman usang itu terbangun dari tidur nyenyak oleh tangisan bayi-bayi kucing kecil diatas plafon. Bayi-bayi malang itu merengek mencari ibunya mengeluh gagu seolah berbicara bahwa mereka kelaparan. Menelusuri lorong-lorong plafon gaduh seruduk sana sini dan terus mengeong. Mungkin bisa dipastikan bahwa bayi-bayi kucing itu baru berumur 2 hari karena sepertinya kedua mata mungil mereka belum terbuka dengan sempurna.
Tak lama suara gaduh itu redam seraya seniman usang berhenti menggaruk pantatnya dan berganti menggaruk kepalanya. Matanya yang sayu perlahan terbuka, ia masih linglung tengok sana tengok sini lalu berdiri jalan membungkuk dan beranjak dari kasur dekil menuju tempat sucinya 'kamar mandi'.
"Sial! Ini pasti gara-gara ayam goreng setengah matang tadi sore" ujarnya sebari mengelus perutnya yang kerempeng lalu jongkok.


Letusan pertama mengeluarkan 2 batang lunak dengan suara "cepluuuk!" Sedikit menggema, diiringi letusan kedua terdengar seperti somprotan kran pada selang cair dan agak kental dipenuhi biji cabai, Terlihat seperti gemintang pada langit malam

"Gilaa!!" Ia merunduk melihat tainya sebari geleng geleng kepala.


Sembil menikmati beraknya ia mulai berfantasi dalam bengongnya. Begitu tenang dan serius sepertinya ia telah mendapatkan banyak ilham dan gagasan-gagasan gila untuk karya seninya dan ide-ide kreatif untuk memuliakan bumi dan manusia yang sudah cukup gila akhir-akhir ini.

Tak lama fantasinya terganggu matanya terikat dan tertarik oleh seekor kodok yang memanjat diujung sudut tembok kamar mandi kecil itu.

Heran dan perhatian ia terus memandangi kodok yang merayap ditembok seolah sedang melihat spiderman memanjat sebuah gedung. Ia masih memerhatikannya hingga kodok itu berhenti dan berdiam diri cukup lama.

Ia masih memerhatikan disela mendesah menikmati beraknya "Kodok gila ga ada kerjaan" celetuknya.

Tak lama muncul semut dari sela retakan tembok, secepat kilat kodok itu melahap 3 semut tak lama 6 ekor semut, 2 detik kemudian 24 sekor hingga satu menit berlalu tak ada semut lagi yang keluar dari sela-sela retakan tembok (lubang semut) mungkin kodok itu sudah memakan setengah dari populasi semut yang ada.

seniman usang masih saja memerhatikan kodok itu dan kodok itu masih berdiam diri tak bergerak sekalipun, dalam hati aceng berkata mungkin kodok itu sudah kenyang dan tidur namun beberapa puluh detik kemudian muncul semut satu dua semut silih berganti datang dan dilahap kodok itu.

"Dasar kodok buduk! Pinter juga lu" ujarnya sebari ngeden.

seniman usang berspekulasi bahwa tak semua semut berada didalam sarang karena setiap waktu hilir berganti semut bekerja keluar masuk mencari makan untuk koloninya yang terbagi dari pekerja (pengangkut) dan pencari sumber makanan (yang mencari dan memberikan tanda untuk jalan yang dilalui untuk sampai pada sumber makanannya tersebut).


seniman usang masih memerhatikan kodok dan semut namun tak lama bosan, itu sangat monoton! Semut masih jalan dan datang menghampiri lubang dan kodok buduk itu melahapnya lagi lagi dan lagi. Namun tak lama saat hendak berpaling dan menyelesaikan beraknya aceng melihat satu semut yang datang dan berbalik menghindari kodok jelek itu dan satu ekor semut berbelok dan beranjak ke atas tembok menghindari kodok namun tak kembali seperti semut yang satunya. Semut itu terus ke atas mengendap kesana kemari mencari dan meraba jalannya hingga terus ke atas dan hilang dari pandangan seniman usang.

Ia kembali melirik kodok itu dan melihat masih ada semut yang datang ke lubang untuk memberikan nyawanya untuk perut lapar kodok buduk itu.

seniman usang tiba tiba diam dan merunduk nyengir lalu menyiram tainya, sepertinya ia mendapatkan ilham untuk karyanya, Seniman usang mengambil leptop menyalakanya dan mulai menggambar pada kanvas digital, mengetik paragraf demi paragraf
"ini adalah mahakarya! Politik emang tai! Kodok memang pintar tapi dia koruptor!.. semut semut malang ini untuk kalian! Dan untuk semut yang berhianat semoga kau mati lebih mengerikan dari tertelan kodok buduk! Cuihh!.." aceng tersenyum jahat, ia terus mengetik paragraf demi paragraf hingga matahari mulai mengintip dibalik jendela kamarnya. Ia masih saja tersenyum jahat dan seminggu berlalu dunia mulai berguncang dan bumi dibuat geger akan maha karyanya, sebuah karya ilustrasi dan lembaran sastra setebal bantal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar